Jumat, 17 September 2010
ASBENINDO: EKSPOR BENIH HARUS DIPERMUDAH
Ketua Umum Asosiasi Benih Indonesia (Asbenindo), Elda Adiningrat mengatakan bahwa anomali iklim yang terjadi saat ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk mengekspor benih. Karena banyak negara di dunia yang mengalami kekurangan benih yang berkualitas dan tahan terhadap perubahan iklim yang ekstrem. “Sayanganya masih banyak peraturan dan persyaratan di dalam negeri yang justru mempersulit proses ekspor benih. Padahal persyaratan yang diterapkan di negara tujuan jauh lebih mudah,” ujarnya.
Perlu Dukungan Pemerintah
Asbenindo berharap agar pemerintah memberikan kemudahan dalam perizinan ekspor benih. Selama ini persyaratan yang ditetapkan sangat memberatkan perusahaan benih nasional, pemeriksaan di Badan Karantina Pertanian yang memakan waktu lama, ditambah dengan pengenaan pajak ekspor.
Menurut Elda, kedepannya peluang untuk ekspor benih cukup besar, terutama ke beberapa negara di wilayah subtropis di seluruh dunia. Ekspansi ini akan terwujud jika perusahaan benih nasional mendapatkan dukungan yang optimal dari pemerintah.
“Pemeriksaan benih yang akan diekspor oleh Badan Karantina Pertanian yang seharusnya bisa dilakukan dalam 1-2 hari, kenyataannya mencapai 2-3 bulan. Hal ini sangat tidak efisien, mengingat benih yang disiapkan harus segera ditanam berdasarkan permintaan. Selain itu, pelepasan varietas benih baru juga baru selesai dalam enam bulan. Sehingga dalam satu sistem pelepasan varietas perlu waktu 1,5-2 tahun. Keterlambatan ini mengakibatkan penanganan terhadap serangan hama dan penyakit secara tiba-tiba (outbreak) sangat terlambat,” kata Tantono Susantyo, Ketua Kompartemen Tanaman Perkebunan Asbenindo.
Pengembangan Bioteknologi
Industri benih Indonesia juga masih terkendala masalah pengembangan teknologi. Dibandingkan negara lain seperti China dan India, industri benih nasional belum berkembang. Penyebab utamanya adalah kurangnya dukungan pemeritah dalam hal kebijakan. Berbagai peraturan yang ditetapkan belum sepenuhnya mendukung penerapan bioteknologi.
“Dengan melimpahnya kekayaan sumberdaya genetik seharusnya membuat Indonesia memiliki kesempatan yang lebih baik daripada negara lain. Potensi bioteknologi ini harus dikembangkan, sebab Indonesia memiliki bahan baku tanaman yang memadai,” jelas Elda
Asbenindo melihat kenyataan bahwa sebagian besar kebijakan pemerintah di bidang pertanian belum kondusif dan konsisten dalam mendukung investasi industri benih. Dengan terbentuknya Komisi Keamanan Pangan dan Keamanan Hayati Nasional, diharapkan pertumbuhan bioteknologi pertanian bisa lebih maju. Industi benih masih menunggu peran komisi tersebut dalam mengembangkan bioteknologi.
“Melalui bioteknologi akan terwujud diversifikasi produk benih dari teknologi sederhana ke yang lebih mutakhir. Hal ini bisa menjadi kekuatan bagi industri benih, karena akan meningkatkan kemampuan adaptasi dengan perkembangan iklim global. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengantisipasi perubahan iklim. Bahkan menjadi peluang berkembangnya industri benih,” imbuhnya.
Perkembangan industri benih di Indonesia perlu dibedakan antara benih tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Khusus untuk industri benih perkebunan belum mengalami peningkata yang signifikan. Terutama karena tidak banyak pengusaha yang menanamkan modalnya, kecuali benih sawit. Hambatannya yakni investasi yang harus ditanamkan untuk mengembangkan industri benih perkebunan jauh lebih besar dibandingkan sektor lainnya.
“Untuk benih sawit saja memerlukan waktu sampai lima tahun agar mendapatkan benih unggul. Benih tanaman tahunan umumnya butuh waktu lebih lama dalam membuktikan keunggulannya. Sehingga dari sisi skala industri, pertumbuhan benih perkebunan tidak seperti industri benih lainnya,” tambahnya. (M)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar