“Saat ini harus ada sinergi antar stakeholders karet dalam mendorong peningkatan daya saing, terciptanya persaingan usaha yang sehat. Serta terjaminnya perlindungan konsumen dan masyarakat dalam aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan,” kata Puru Suwarso, Sekretaris Eksekutif Dewan Karet Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa karet merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan yang mampu menghasilkan devisa bagi negara, menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dan membantu pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Peningkatan Mutu Melalui Bokor SIR
“Diperlukan perbaikan mutu Bokar Olah Karet (BOKAR) untuk meningkatkan peranan dan daya saing komoditas karet. Dimana lateks dan atau gumpalan yang dihasilkan pekebun kemudian diolah lebih lanjut secara sederhana. Sehingga menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan untuk disimpan serta tidak tercampur dengan kontaminan. Kontaminan adalah bahan lain bukan karet yang tercampur dalam proses pengolahan bokar dan berpengaruh menurunkan mutu,” ujarnya.
Pengawasan terhadap mutu bahan olah komoditi ekspor Standard Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.53/M DAG/PER/10/2009. Sebagai upaya penyediaan bahan olah komoditi ekspor Standard Indonesian Rubber (SIR) yang bermutu baik dan konsisten guna peningkatan ekspor produk SIR yang dihasilkan industri crumb rubber.
Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber (SIR), selanjutnya disebut Bokor SIR adalah karet yang berasal dari lateks kebun dari pohon karet (Hevea brasilliensis M) berupa slab, lump, slab lump, ojol, sit angin (unsmoked sfieat), sit asalan (smoked sheet), cutting, crepe, blocked sheets dan blanket. Adapun persyaratannya teknis berupa persyaratan mutu Bokor SIR yang diperdagangkan di dalam negeri dan ditetapkan berdasarkan syarat-syarat keamanan, lingkungan dan aspek ekonomi untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
“Dalam Bokor SIR, kontaminan atau bahan pencemar yang disengaja maupun tidak disengaja terdiri atas, pertama Kontaminan Ringan, yakni tatal alau potongan-potongan kulit pohon yang berasal dari panel sadap, serpihan kulit dan daun pohon Karet yang mengotori Bokor SIR baik disengaja maupun tidak disengaja. Kedua, Kontaminan Vulkanisat Karet adalah karet tervulkanisasi seperti potongan busa, benang karet dan barang jadi lateks lainnya, serta afkiran kompon lateks dan barang jadi karet lainnya yang masuk ke dalam Bokor SIR baik disengaja maupun tidak disengaja. Ketiga, Kontaminan Berat merupakan tanah, pasir, lumpur, tali rafia, karung goni, plastik dan konitaminan lain yang tidak termasuk konitaminan ringan dan konitaminan vulkanisat karet. Selain itu juga ada bahan penggumpal atau larutan asam sernut atau bahan lain yang direkomendasikan oleh lembaga penelitian karet yang kredibel,” jelasnya.
Sementara untuk pengawasan berkala dilakukan melalui pemeriksaan mutu Bokor SIR yang dilakukan di industri crumb rubber terhadap kesesuaian antara mutu Bokor SIR sesudah pembelian dengan persyaratan teknis Bokor SIR dan kesesuaian antara pelaksanaan pemeriksaan mutu Bokor SIR yang dilakukan oleh petugas penguji dengan petunjuk teknis pemeriksaan mutu Bokor SIR yang ditetapkan.
Kemitraan Berkelanjutan
“Untuk mewujudkan pemberdayaan dan peningkatan nilai tambah bagi pekebun serta menjamin keberlanjutan usaha perkebunan dibutuhkan program kemitraan. Tujuannya untuk meningkatkan perkebunan karet yang berkelanjutan dan saling menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab dan memperkuat satu sama lain,” katanya.
Melalui kemitraan tersebut, Bokor SIR diperdagangkan oleh UPPB (satuan unit usaha pekebun), pelaku usaha atau pedagang informal di pasar dalam negeri wajib memenuhi persyaratan teknis, seperti tidak mengandung kontaminan vulkanisat karet, tidak mengandung kontaminan berat, mengandung kontaminan ringan maksimum 5%, dan penggumpalan secara alami atau menggunakan bahan penggumpal.
“Dalam kerjasama ini, Industri Crumb Rubber berperan sebagai pengolah Bokor SIR menjadi karet remah sebagai bahan baku industri melalui proses pembersihan, penyeragaman, pengeringan, dan pengempaan. Sedangkan, UPPB berkontribusi menyediakan tempat penyelenggaraan bimbingan teknis pekebun, pengolahan, penyimpahan sementara dan pemasaran Bokar. Kedepannya petani tidak perlu lagi menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, melainkan ke Koperasi yang dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) setempat,” paparnya.
Terjalinnya kemitraan diantara pelaku usaha karet tersebut dilakukan bersama dengan pengawasan mutu Bokor SIR yang diperdagangkan, yaitu meliputi persyaratan teknis Bokor SIR, kewajiban pelaku usaha dan pedagang informal, pengawasan mutu Bokor SIR, pembinaan dan sanksi.(M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar